“emang
lagi manja lagi pengen dimanja... emang lagi syantik tapi bukan sok syantik...blablabla...”
Well,
kalimat pendahuluan yang tidak asing didengar. Berbagai iklan sosial media yang
menunjukan semacam aplikasi video musik. Bahkan berulang kali diputar, tanpa
menghapalnya dengan sungguh-sungguh dengan mudah seperti terekam jelas dalam otak
dan pikiran lahir batin. wkwk.
Dari
awal aku memang tidak terlalu tertarik dengan aplikasi yang berhubungan dengan “SING
A SONG”. Aku suka musik tapi tidak dengan aplikasi video musik. Aku tidak
tertarik tapi selalu KEPO (ingin tau detail) setidaknya aku tahu sedikit
definisi apa itu apa ini tanpa mengikuti alur cerita dari aplikasi yang
diluncurkan. Khususnya aplikasi TikTok
TIK-TOK?
Aplikasi G*BL*K, sempat aku lihat beberapa meme yang menunjukan ketika
kita ketik tulisan itu di Playstore maka aplikasi yang muncul adalah Aplikasi
TikTok. Kalo masih merasa penasaran bisa dicoba sendiri. *pstt aku sudah coba
dan itu akurat. #Apasih wkwk.
Sebagai
pengguna social media, aku turut mengapresiasi bagi siapapun yang berkreasi
untuk membuat sebuah aplikasi agar dapat bermanfaat dan digunakan masyarakat
dengan baik. tidak sedikit pula aplikasi yang memudahkan kami (para pengguna)
untuk melakukan sesuatu khususnya dalam berkreatifitas.
Perkembangan
zaman semakin pesat. Kemajuan teknologi, pendidikan, dan disiplin ilmu lainnya
yang semakin berinovasi dan berkembang. Dalam posisi tersebut anak muda tidak kalah
penting menyeimbangkannya dengan berkontribusi di kancah nasional ataupun
internasional menyebar kebaikan untuk bangsa Indonesia.
Namun
lagi-lagi, belakangan ini zaman 2018 aku prihatin, rasanya miris sekali banyak
orang yang tidak bisa membedakan antara kreatif dan sensasi. Ya. Orang yang
kreatif dan orang yang membuat sensasi mereka sama-sama “Berbeda”. Berbeda dalam
artian terlihat menonjol dari yang lain. Namun, orang yang kreatif dia cenderung
berada di sisi positif. Kreatif, menunjukan kualitas dan itu sangat baik untuk
ditiru dan dapat menginspirasi banyak orang sedangkan sensasi berada di posisi
sebaliknya.
Saat
ini sudah banyak beredar contoh pengguna aplikasi Tiktok yang sempat menjadi
trending dimanapun khususnya di Indonesia. Seperti video anak kecil sekitar
usia 4/5 tahun yang ikut-ikutan bergaya menirukan gerakan musik yang mana lirik
tersebut seharusnya tidak sesuai dengan usianya kemudian video seorang ABG perempuan
berhijab dengan antusiasnya merekam diri sendiri dengan bernyanyi sedikit mengganti
lirik menyebut nama sang lelaki idola menirukan hal yang menurutku “memalukan”
untuk seorang perempuan berlaku demikian. Dan video lainnnya seorang laki-laki tanpa
busana hanya menggunakan celana boxer bergoyang dengan heboh merekam dirinya sambil
bernyanyi terlihat seperti laki-laki “setengah” (you know what I mean). Menurutku,
sebenernya mereka sadar atas kelakuannya hanya saja mereka tidak tahu apakah
ini baik untuk dirinya atau tidak atau bisa jadi terpengaruh dengan lingkungan.
~ahelah diseriusin amat sih Dev... buat
lucu2an aja kali toh mereka ini yang ngelakuin kenapa lu yang repot~
Iyasih
kalo dipikir-pikir toh mereka ini yang malu mereka ini yang terkenal mereka ini
yg begini begitu.
Tapi
HELLO, coba deh bayangin kalo kita punya adik, saudara atau bahkan untuk ke
depan anak kita yang bakalan begitu gimana?. Gak rela kan.~
Inilah
salah satu tantangan kita di dunia digital bagaimana kita dapat mengembangkan
diri menggunakan teknologi agar tidak hanya sebagai follower tapi sebagai
trendsetter yang memiliki keunikan dan tingkat kreatifitas yang tinggi.
Baiknya
para orang tua, guru, teman-teman turut memberi arahan untuk adik-adik sekalian
yang saat ini dengan bangga mengikuti arus negatif Sensasional tanpa
mengutamakan kreatifitas malah merusak harga diri demi menjadi terkenal.
Mari
sama-sama setidaknya menjadi contoh yang baik untuk sekitar dan merangkul adik
atau teman-teman lainnya menjadi generasi yang produktif dan bermanfaat bagi
orang lain.
No comments:
Post a Comment