(Mohon
maaf very late post, semoga bermanfaat senang untuk berbagi ^_^ )
Interfaith Youth Forum (IYF) 2014 pada saat itu diadakan di kota
Palangkaraya, Kalimantan Tengah. IYF merupakan sebuah forum dengan berbagai
kegiatan di antaranya seminar, dialog, service project, kunjungan rumah ibadah
dan kunjungan rumah adat. Kegiatan IYF 2014 dilaksanakan oleh Youth Interfaith
Community yang bekerjasama dengan Indonesian Youth Dialogue Chapter Palangka
Raya.
IYF ini merupakan annual agenda oleh Youth Interfaith
Community. Pertama kalinya diadakan tahun 2012 di Palembang, 2013 di Bali,
kemudian Alhmdulillah saya terpilih dan berkesempatan mengikuti IYF 2014 di
Palangka Raya pada tanggal 19-22 November 2014.
Sebelum saya membahas kegiatan apa saja yang saya ikuti dalam IYF
kali ini, saya perkenalkan terlebih dahulu profil penyelenggara kegiatan Youth
Interfaith Community yakni sebuah komunitas fokus pada bidang perdamaian
dengan mengajak pemuda lintas agama untuk bekerja bersama-sama menciptakan
perdamaian di Indonesia tanpa membedakan suku, agama dan ras. Youth
Intefaith Community dibentuk oleh alumni program pertukaran mahasiswa SUSI (Study
of United States Institutes) for Student Leaders on Religious Pluralism and
Democracy in America Program pada tahun 2012, Philadelphia, Amerika
Serikat.
Tema IYF 2014,
Palangka Raya Kalimantan Tengah
“HUMA BETANG;
Merajut Ikatan Kebersamaan dalam Keberagaman”.
Huma Betang adalah kearifan lokal kota Palangka Raya yakni Rumah
Panjang Tradisional yang dihuni oleh orang-orang yang memiliki latar belakang
yang berbeda termasuk agama. konon mereka hidup dalam kerukunan dan kedamaian
meskipun berbeda agama.
Rabu,
19 Nov 2014
Hari pertama kami berkumpul dan memulai perkenalan masing-masing
pada umumnya memperkenalkan nama, panggilan, asal daerah, dan Universitas. IYF
2014 berjumlah 26 orang perwakilan dari berbagai macam daerah di antaranya
Jakarta, Bogor, Banten, Yogyakarta, Surabaya, Salatiga, Semarang, Salatiga,
Makasar, Pontianak dan Palangka Raya. Setelah itu welcoming dinner dan
Istirahat. Saya satu kamar dengan Kharisma Wisnu Sesanty, Universitas Brawijaya,
Malang Jawa Timur.
Kamis, 20 Nov 2014
Pagi harinya pembukaan Interfaith Youth Forum 2014 dan Seminar
International bertajuk “Unity In Diversity” di Aula IAIN Palangka Raya
pembicara Dr. Marko Mahin (Dosen dan Antropolog), Shintya Rahmi Utami (Direktur
Eksekutif Global Peace Foundation Indonesia), dan Philip Klotz and Carlo
Schmid (Fellows at the UNESCO). Panitia acara IYF 2014 diketuai oleh Ahmad
Rafuan.
Dalam seminar Shintya Rahmi sempat menyinggung perihal youth
empowerment melalui sosial media. Mengajak untuk menggunakan media sosial
dengan hal-hal positif yakni social media could promote peace as long as it was
not used to provoke people to carry out intolerant activities. Philip Klotz
menjelaskan tentang nilai-nilai toleransi beragama. Perdamaian dan konflik
sesungguhnya diciptakan oleh masyarakat itu sendiri, jadi semua kembali kepada masyarakat
untuk menjadikannya keadaan konflik atau penuh kedamaian dengan
mempertimbangkan perspektif hak asasi manusia. Menurut Philip dalam forum ini
IYF 2014 merupakan forum pemuda that was the answer to recent doubts about
Indonesai capability to provide every citizen with the right to freedom of
religion.
Kemudian dilanjutkan dengan kuliah umum dibagi dalam beberapa jam tentang
“Pluralisme dalam Perspektif Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu
dalam upaya membangun cita-cita perdamaian bangsa” dengan pembicara agama Ahzar
Slamet (Islam), Floriano Suninono (Katolik Roma), Untung (Kristen Protestan),
Oka Swastika (Hinduisme), dan Julito (Buddhisme).
Beberapa
catatan yang saya dapat dari kuliah tersebut yakni Bangsa Indonesia merupakan negara yang menempatkan kehidupan
keagamaan, keyakinan, dan spiritual pada posisi yang sangat penting. Realitas
sosiologis, kultural dan politik di Indonesia yang kental warna religiusitasnya
dan dunia spiritual religius hidup subur di negeri ini. Agama dan kepercayaan
yang hidup dan dianut oleh penduduk Indonesia sangatlah beragam. Bahkan yang
paling beragam dibandingkan negara lain di dunia. Di negara ini, hidup dan
berkembang dengan subur beragam agama dan kepercayaan mulai Hindu, Buddha,
Islam, Kristen (Kristen Protestan), Katolik (Kristen Katolik), Khonghucu,
Zoroastrian (Baha’i), Sikh, Taoisme, Shinto, dan ada juga sistem kepercayaan
lokal seperti Kajang, Tolotang, Bissu (Sulawesi Selatan), Sunda Wiwitan (Jawa
Barat), dan Kaharingan (Kalimantan), serta aliran kepercayaan (Jawa Tengah,
Jawa Timur dan Yogyakarta).
Dengan
perkembangan multikulturalisme tersebut dihimbau masyarakat agar dapat
menghormati sesama, menyesuaikan diri dan memperjuangkan keragaman di Indonesia
agar tercipta kedamaian dalam bermasyarakat. Mengutip dari sebuah tokoh Hans
Kung, bahwa “tidak ada kelangsungan hidup tanpa etika dunia, tidak ada
kedamaian dunia tanpa kedamaian antar agama, dan tidak ada kedamaian agama
tanpa dialog antar agama”.
Setelah break dan makan malam dilanjutkan kegiatan
pengenalan Fishbowl Dialogue yakni sebuah teknik dialog yang disusun dua
lingkaran untuk memulai sebuah dialog satu lingkaran berdialog dan yang diluar
lingkaran mendengarkan, diaolog bermacam bertema khususnya yang sedang
diperbincangkan di Indonesia tentang konflik Multikulturalism, kemudian diakhiri
dengan langkah-langkah membuat action plan.
Jumat, 21 Nov
2014
Hari ketiga masih sesi kuliah tentang “How to be a leader” oleh
Rebbeca Mays, Direktur Eksekutif Dialogue Institute via Skype. Dan dilanjutkan
dengan Fishbowl Dialogue dengan tema pembahasan penghapusan kolom agama
di KTP. Sore hari kami diberi waktu untuk mempersiapkan penampilan drama yang
sudah dibagi menjadi beberapa kelompok dan membuat hasta karya dengan bahan
yang disediakan oleh panitia.
Malam harinya penampilan drama, kami sangat senang dan menikmati
acara tersebut. Kami berkreatifitas tanpa batas, dibubuhi tawa canda di
dalamnya dan pesan drama pun tersampaikan.
Kegiatan diakhiri dengan sesi Heart to Heart kami dibagi
masing-masing berdua orang untuk saling mencurahkan isi hati, saling percaya
dan mengambil hikmah dari setiap kisah yang dilontarkan. Sesi ini lebih ke
renungan diri sendiri apakah sudah menjadi pribadi yang baik dalam kehidupan. Sedih
pokoknya pas sesi ini. *emang dasarnya cengeng sayamah :D
Sabtu, 22 Nov 2014
Olahraga bersama dan permainan Unity Ball setelah itu dilanjutkan
dengan tur Rumah Ibadah, Tempat wisata dan Service Project ke Panti Asuhan.
Kami mengunjungi GKE Immanuel, Masjid Nurul Iman, Balai Basara,
Pura Pitamaha, Katedral Santa Maria, Vihara Avalokitesvara dan Bukit Karmel (Rumah
Ibadah). Penangkaran Orang Utan Nyaru Menteng, Monumen Soekarno, dan Jembatan
Kahayan (Objek wisata).
Malamnya kami mempresentasikan action plan, sebagaiamana hal apa
yang akan kita lakukan setelah kegian IYF 2014 agar bisa mengaplikasikan di
regional masing-masing. Kemudian pembagian sertifikat dan pengumuman peserta terbaik
yakni, Indra Dwi Prasetyo, Univ. Tanjungpura, dan Sisi Gracia Esterina Juli,
STAKN Palangka Raya.
Demikian kegiatan
kami IYF 2014 Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Note:
Bhineka Tunggal Ika adalah representasi dari bangsa ini. Berbeda-beda
tetapi tetap satu dalam kebersamaan. Maka, Multikulturalisme adalah suatu
keniscayaan, apalagi dalam konteks Indonesia. Keragaman ras, suku, bahasa dan
agama merupakan ciri khas serta kelebihan dari bangsa Indonesia yang
membedakannya dengan bangsa lain. Namun demikian, perbedaan yang tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan konflik dan perselisihan. Oleh karena itu, harus
ada formula untuk mendamaikan dan menyatukannya.
Dalam masyarakat modern, multikulturalisme lebih kompleks lagi.
Sebab budaya baru terus bermunculan akibat akses komunikasi dan informasi yang
tak terbendung. Saat terjadi pertemuan antara globalisasi negara-bangsa (nation-state)
dan kelompok identitas maka kemunculan dari kelompok-kelompok identitas ini
semakin menguat. Globalisasi akan mendorong penguatan kesadaran politik dalam
kelompok-kelompok ini dan membuka kesadaran yang mendorong pentingnya
identitas. Globalisasi memberikan kesempatan kepada kelompok-kelompok identitas
untuk menemukan akar identitasnya.
Pemahaman agama, sebagai salah satu pilar penting dalam membentuk
masyarakat adil dan sejahtera menjadi penting untuk diperhatikan. Artinya,
kerigidan, penuhanan atas pemahaman sendiri dan menganggap yang lain sebagai
golongan sesat harus diberantas. Sebab pada hakikatnya tidak ada kebenaran apa
pun yang menginjak dan meniadakan kebenaran lain.
Melalui program Interfaith Youth Forum para pemuda yang berbeda
agama diajak dan agar mengajak masyarakat sekitar untuk memahami perbedaan
melalui dialog dan kemudian mencintai serta menghargai serta merawat keberagaman
tersebut.
all photos credit by Lis Pratiwi