.

Pages

Thursday, January 25, 2018

Berkarir atau Menjadi Ibu Rumah Tangga? Pilih salah satu atau keduanya?

saya pernah sedikit membaca tentang dilemanya seorang Ibu yang berkarir terhadap pekerjaan dan keluarga bahkan saya yang menjadi tempat pendengar pergolakan hati sang ibu waktu itu saya tepatnya sedang bekerja di salah satu perusahaan keuangan bergengsi di Indonesia. berikut persepsi yang sedikit saya tuangkan dalam tulisan ini. 

Ibu yang berkarir jelas memiliki peran ganda (sebagai ibu dan pekerja) para ibu menjadi dilema antara kepentingan keluarga atau karir. Ibu yang berkarir menghadapi persoalan ini berupaya untuk menyeimbangkan kepentingan keluarga dan karir. Namun bagi perspektif seorang ibu berkarir dianggap sebagai aktualisasi diri untuk memperkuat eksistensi mereka dan ibu yang berkarir pasti berpendidikan karena status pendidikan adalah salah satu hal yang mendukung tingkatan karir. Disamping aktualisasi diri ibu bisa menjadi panutan namun eksistensinya dilihat dari beberapa kondisi yaitu izin dari suami, keadaan anak-anak, potensi yang para ibu miliki, keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan juga adanya kesempatan untuk melangkah ke posisi yang lebih tinggi di perusahaan atau tempat bekerja. Hal ini membuat para ibu yang berkarir merasa tetap untuk melanjutkan eksistensinya tapi disisi lain mereka tetap mempertahankan perannya sebagai ibu dan istri. namun dari sisi seorang anakpun merasa bangga memiliki ibu wanita karir yang aktif bekerja bahkan berprestasi. Dampak lain, secara finansial keluarga juga menjadi lebih mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Anak-anak terkondisikan untuk selalu disiplin waktu dan berprestasi karena ibu mengarahkan aktifitas dan waktunya secara detail menyesuaikan dengan jadwal kegiatan ibu.

Disisi lain para ibu mengkhawatirkan para anak yang tidak mendapat perhatian penuh dari orangtua, secara tidak langsung akan mencari figure di luar rumah yakni teman sebayanya dan masyarakat disekelilingnya. Bahkan juga TV dan internet turut berperan besar dalam memberikan kontribusi pembentukan kepribadiannya. Padahal peran orang tua sangat penting dalam memberi batasan konsep positif pada anak. Sekalipun teman sebaya membantu tugas perkembangan dalam kehidupan sosial anak, namun anak-anak perlu ditanamkan konsep filter terhadap informasi eksternal. Konsep itu relatif sempurna ketika orangtua yang mendidiknya. Dengan itu para ibu tetap berharap walaupun mempertahankan eksistensinya dalam berkarir dan rumah tangga peran ayahpun penting untuk bersama-sama membantu pekerjaan domestik dalam mengurus rumah tangga dan mengasuh anak dengan cara membagi waktu bersama untuk menjaga keharmonisan keluarga.

Dalam Persepsi feminis ini sangat tergantung pada bagaimana ibu mampu mengatur waktu dan mendapat dukungan dari keluarga dan pekerjaannya. Persepsi positif karena wanita karir mampu sebagai figur yang hebat selain menjadi wanita yang berpendidikan seorang ibu juga mampu membagi waktu antara urusan domestik dan publik dengan baik, mandiri secara ekonomi finansial dan dapat menjadi motivator bagi keluarga. Sementara dampak negatif terbentuk karena merasakan bahwa ibu yang berkarir tidak memiliki banyak waktu untuk keluarga dan cenderung egois sehingga anak menjadi tidak terurus dengan baik. Dampak positif dan negatif dirasakan oleh semua subyek.

kita ambil positifnya aja kehidupan keluarga tidak melulu dilihat dari sisi seorang Ibu pun seorang Ayah memiliki andil dalam kesejahteraan dan keharmonisasian kehidupan berumah tangga. dan jika sepasang suami istri dapat menjalaninya dengan baik sama sama berusaha mengarungi segala perbedaan dengan bijak. saya rasa kegalauan seorang ibu yang berkarir akan berkurang. 



Wednesday, January 24, 2018

Generasi Micin?

Umur 24 rasa 25 atau sebaliknya umur 25 rasa 24? Ga ngerti ya. Yaudah iyain aja. Panjang kalo diceritain mah.

Tahun semakin maju semakin banyak kolaborasi perkembangan dunia . 2018 waktu yang cukup lama merasakan kehidupan dengan segala Rahmat-Nya terus memberikan kesempatan agar tidak pernah lelah untuk bersyukur. Apalah hamba dan kalian semua ini hanya seperti dandaleon yang ditiup sedikit saja sudah bisa hancur melebur.

Sudah berapa kali isu bumi memporak porandakan pemikiran manusia. Ga usah deh kita bahas bahasa bumi terlalu luas. Lihat negara kita Indonesia, yang katanya Bhineka Tunggal Ika dan seharusnya seperti itu.

1945 meraih kemerdekaan dengan perjuangan para pahlawan, Soekarno memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia dengan didampingi  Moch hatta berbekal  secarik kertas berisi tulisan tangan naskah proklamasi percaya diri dan tegas mengumandangkan seperti halnya dalam sejarah Islam Bilal Bin Rabbah dengan lantang mengumandangkan Azan setelah selesainya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam  beserta sahabat membangun Masjid Nabawi.

Bagaimana dengan Generasi Zaman Now yang katanya udah kebanyakan Micin? Katanya loh... kalo bukan, syukur Alhamdulillah.
Bukan lagi fisik yang dipertaruhkan ini lebih dari segala hal, yaitu pemikiran. Betapa banyak orang-orang dihasut dengan berbagai macam informasi  yang belum tentu jelas keabsahannya. Saling menghasut dalam perbedaan kelompok, suku, ras, budaya  bahkan agama dan merasa bahwa kita yang benar,ya yang paling benar.

Tidak sedikit saling memacu perdebatan tapi tidak banyak yang mengaplikasikan kesimpulan. Jangan menerka. Jangan merasa tahu. Apapun yang dipikirkan, resapi dulu. Apakah benar? Ataukah salah? Jika benar, baikkah untuk diumbar? Jika salah, lebih baik intropeksi diri.Bila engkau menemukan cela pada seseorang, dan hendak ingin mencelanya. Bercerminlah, tanyakan pada dirimu sendiri.

Salam, gadis Humaniora.
pemuda perdamaian.